Rasa yang Tertinggal (versi pyramid)


23 Maret 2012 aku berpindah dari Surabaya menuju kota impian para desainer, Paris. Terasa sedih memang, terlalu banyak kenangan yang harus ditinggal, dan ternyata hanya sedikit waktu yang di berikan. Tetapi aku suka dengan pemandangan yang disajikan jendela kamar baru ku. Menara Eiffel. Menaranya Paris. Mungkin akan ada kenangan baru. Ya… kenangan baru tidak hanya menghampiri ku begitu saja, lantas aku pergi mencarinya. Mungkin aku bisa mulai berpetualang besok ditemani matahari yang ramah, sekarang aku akan tidur bersama Bulan.

Keesokan harinya

Aku pergi dengan peralatan seadanya, uang, kamus, peta, dan kamera untuk mengabadikan dalam gambar. Setapak demi setapak aku berjalan, menginjak batuan trotoar, memandangi wajah yang masih asing dalam kehidupan. Memang tidak ada yang bisa disamakan di dunia ini.
Tunggu suara apa itu? . alunan suara pelan menggelitiki telinga ku. dengan pendengaran super, aku mengikuti sumber suaranya. Aku memang tak begitu mengerti bahasan Prancis, tapi dengan suara merdunya aku bisa merasakan apa yang dirasakannya. Dia berhasil membuat ku tersenyum layaknya kucing malu. Puisi yang indah.
Aku mencoba mendekat, mencoba lebih mengerti makna dari setiap suaranya. Bruk, pria itu menabrak ku sembari berkata, “decole” dan dia pergi meninggalkan ku yang terpesona oleh ketampanannya. Tampan sekali kau. Kenangan baru! Aku berhasil mendapatkan satu!

Jika aku bisa mendapatkan 2 kenapa aku harus puas dengan 1. Maka aku melanjutkan pergi, kali ini tidak hanya kenangan tetapi sejarah juga akan ku buat. Dengan semangat 45-nya orang Indonesia aku pergi. dan hari ini tidak hanya seadanya, aku mempercantik diri ku dengan balutan baju manis, semanis senyum ku. aku siap bersanding dengan mu pangeran!

namun pagi ini aku pergi tidak ditemani Matahari, aku pergi pagi sekali.
Tempat apa ini sebenarnya? Pagi ini aku ditemani oleh suara sayat dari setiap katanya, kali ini aku mengerti apa yang dia ucapkan. Dan kali ini aku lebih merasakan suatu perasaan. Cinta mungkin? Seperti yang aku bilang, aku ingin membuat sejarah. Maka aku mendekat dan mulai berbicara, “Bonjour”.
Dia tidak melihat ke arah ku, aduh! Sepertinya aku salah menyapanya hari ini. Aku yakin muka ku tak beraturan berkata malu. Namun… “Bonjour”. Seperti sulap wajah ku yang suram terlihat berseri-seri 
“ada yang bisa saya bantu nona?” tanyanya.

Ya! Bisakah kau membantu ku membuat sebuah sejarah?    “aku hanya ingin mendengar bait puisi mu yang terlihat indah, maaf jika aku mengganggu mu” terlihat sekali bukan, kontras suara hati dan bibir ku?
“tidak, kau tidak mengganggu nona”
“bolehkah aku menjadi teman mu?” tunggu? Ini suara apa?
“tentu saja”. Dia tersenyum!! Mmm… ya, kau berhasil membantu ku!

Sejak kejadian itu aku selalu bersamanya, pergi berpetualang menciptakan sejarah. Aku harap semua ini adalah sejarah, bukan kenangan yang harus dikenang.
“bagaimana menurut mu tentang puisi ini? Aku terinspirasi oleh jepretan kamera mu”
“foto yang mana? Foto yang aku ambil dari menara Eiffel?”
“ya, petualangan pertama kita” bagi ku itu kencan pertama kita Kevin.
“kau mengatakan kata pertama, seperti akan ada kata terakhir saja”
“siapa yang akan tau Nad?”
“tapi aku gak mau Kevin!”
“siapa juga yang menginginkannya?”
Tak kuhiraukan, terlihat sekali dari mata mu Kevin. Kau menyembunyikan sesuatu.

1 tahun berjalan membuat ku melupakan kata pertama dan terakhir yang aku baca dimata Kevin.
“Nadia… berpetualang yuk” sedang apa Kevin disini?
“kapan kita janjian?”
“memang harus janjian? Ayo dong, aku tunggu ya!”
“memang mau kemana? Aku tidak akan pernah mau mengunjungi rumah hantu itu Kevin! Kau tau kan aku sangat penakut!”
“sudut kota yang belum pernah kau bidik dengan kamera mu, berdandanlah yang cantik. cepat!”
“yeee……. Aku selalu cantik tau” tidak lupa kujulurkan lidah ku sebelum pergi.

Aku tak tau definisi cantik bagi Kevin untuk ku seperti apa, maka aku hanya tampil seperti biasa namun perlahan aku menambahkan lipgloss tipis di bibir ku. aku tak terlalu pede dengan make-up. Aku mencoba turun dengan gemulai, tapi aahhh! Menyusahkan, aku suka apa adanya.
“udah...… cantik?”
“iya… bolehlah. sedikit pewarna bibir” dia tersenyum, terlihat mengejek
“kenapa hari ini harus cantik? Kan aku cantik setiap hari! Aahh! Sudahlah ayo pergi”
Dari belakang aku mendengarnya tertawa.

Hari ini dia berbeda, maka dari itu dia meminta ku menjadi berbeda. Agar kita seimbang. Lihat saja, jika biasanya dia berkaos ria sekarang dia memakai kemeja yang tanpa aku sadari satu warna dengan baju ku.
“kita mau kemana?”
“kan aku udah bilang sudut yang belum pernah terpotret oleh kamera mu”
“tapi itu kan jalan buntu Vin?”
“kan aku udah bilang kita pergi ke sudut kota, sudut Nadia.”

Disana terlihat sebuah perkampungan, banyak anak kecil berhamburan bernyanyi. Tak ingin melewatkan aku memulai mengabadikan. Kamera ku terhenti saat melihat sudutnya sudut. Tampak meja kecil dengan makanan memanggil.
“tau juga kau kalau aku belum makan” ucapku sembari melangkah menjemput makanan di atas meja

"Nadia!” panngil Kevin, sontak aku menoleh.
Dalam setiap langkahku selalu ada dirimusuara yang sama saat aku jumpa dia dulu
 “Dalam setiap langkahku selalu ada dirimuaku tersenyum, semua anak kecil mulai menirukan gerak bibir Kevin.
Dalam setiap senyumku kau selalu ada dirimu”
Dalam setiap senyumku kau selalu ada dirimu” senyum ku semakin lebar sekarang dan kali ini mereka melangkah dan menunjuk ku.
Dan dalam keindahan surga, ku lihat Sang Mentari Terindah
Dan dalam keindahan surga, ku lihat Sang Mentari Terindah” senyum ku seakan pudar, memang kau tau Kevin bagaimana indahnya surga?
Nadia, kau adalah sebuah anugrah yang terindah untukku” kali ini hanya suara tunggal Kevin tanpa sahutan. Kevin, aku mencintai mu.
Hari itu juga, aku sadar. Aku tidak hanya sekedar senang bersama Kevin. Selebihnya karena aku mencintainya. Ya… aku mencintainya.


Keesokan harinya ku temukan surat di dalam buket bunga mawar berwarna ungu.

kau pernah bertanya bukan apa ada pertemuan terakhir kita, dan hari ini adalah jawabannya. Maaf Nadia, tapi aku harus pergi sekarang. Pergi di ke tempat ketenangan abadi dan hanya ada kebahagiaan. Nadia, perlu kau tau, kau orang pertama yang membuat dunia ku berwarna. Janjilah agar kau terus tersenyum meskipun tanpa aku. Bunga berwarna ungu adalah tanda cinta pada pandangan pertama. Namun aku seperti bunga itu akan mati pada waktunya. Sama seperti mu, aku juga mencintai mu Nadia.

Iringan air mata menemani ku membaca surat tersebut. Tak ada lagi perasaan yang bisa ku katakan.

Read Users' Comments (0)

0 Response to "Rasa yang Tertinggal (versi pyramid)"

Sexy Pink Heart - Busy