Hai
kawan … Nah, sudah pernah ke Djogja belum ?? Bagi yang belum, berikut ini saya
sajikan beberapa informasi tentang Alun-alun Lor Jogja, Malioboro dan juga
Pusat oleh-oleh Bakpia Pathok. Yang sebelumnya sudah ada Pantai Parangtritis
dan Candi Borobudur …
3. Alun Alun Lor
Jl. Alun-alun Utara. Alun-alun merupakan salah satu land mark kota Jogjakarta yang berupa
tanah lapang. “Lor” dalam bahasa jawa berarti arah utara; sesuai dengan
letaknya berada di sebelah utara pusat pemerintahan Sultan Hamungkubuwono I.
Alun-alun Lor berbentuk persegi yang luasnya 150X150m dengan 2 pohon beringin
besar di bagian tengahnya, di pinggirnya terdapat beberapa bangunan pekapalan,
dan diitari kurang lebih 62 pohon beringin yang besar.
Alun – alun Lor kota Djogjakata, Jawa
Tengah, Indonesia
|
Pada
zaman dulu, alun-alun lor adalah wilayah sakral dimana tidak sembarang orang
diperkenankan memasukinya. Ada beberapa aturan-aturan yang wajib dipatuhi
ketika hendak memasukinya, diantaranya tidak boleh menggunakan kendaraan,
sepatu, sandal, bertongkat, dan mengembangkan payung. Konon hal itu dilakukan
sebagai wujud penghormatan kepada Sang Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Seiring perjalanan zaman adat tersebut sampai saat ini sudah tidak ada lagi,
bahkan siapapun berhak untuk melintasi alun-alun ini.
Sekarang
ini, Alun-alun Lor lebih menyerupai ruang publik yang terbuka bagi masyarakat
Jogja. Perayaan Grebeg Maulid, Pekan Raya Sekaten, dan upacara keraton lainnya
secara rutin digelar di tempat ini. Selain itu banyak event-event umum digelar
di sana, antara lain: pertunjukan seni budaya, konser musik, pasar malam,
sepeda santai, wahana olahraga, dan aktivitas lainnya.
Melihat fungsinya saat ini, tak berlebihan menyebut alun-alun sebagai simbol
kedekatan raja dan rakyatnya.
Letak
alun-alun lor yang berada di pusat kota, maka sudah pasti alun-alun lor berdekatan dengan obyek wisata lainnya seperti
malioboro , plengkung
wijilan , sentra gudeg widjilan,
pusat cendera mata, museum sonobudoyo, masjid agung dan pastinya Keraton
Jogjakarta itu sendiri. Jika Anda meluangkan waktu pada sore hari atau malam
hari, maka akan banyak terdapat sajian kuliner rakyat yaitu angkringan dan wedang ronde. Dijamin suasana malam akan semakin hangat
dengan wedang jahe, teh anget,
wedang ronde dan pasti dengan ramahnya para penjual..
Alun-alun
utara atau dalam Bahasa Jawa disebut Alun-alun Lor merupakan salah satu land mark Kota Yogyakarta yang berupa
sebuah tanah lapang yang berada di depan Keraton Yogyakarta. Disebut Alun-alun
Lor karena di Kota Yogyakarta terdapat dua alun-alun yang letaknya di sebelah
selatan dan utara dari Keraton Yogyakarta. Alun-alun Lor berbentuk persegi
dengan luas 150 x 150 meter dengan dua pohon beringin besar berpagar yang
berada di tengah alun-alun. Dua Pohon Beringin Besar itu masing-masing diberi
nama Kyai Dewandaru dan Kyai Wijayandaru. Pada masa lalu di sekeliling
Alun-alun Lor ditanam 63 Pohon Beringin yang melambangkan umur Nabi Muhammad
SAW.
Alun-Alun Lor di Masa Lampau
Beberapa
sumber menyebutkan bahwa dulu permukaan alun-alun adalah pasir halus yang cocok
digunakan untuk tempat latihan para prajurit juga untuk unjuk kehebatan di
hadapan Sultan. Sultan dan para pembesar kerajaan duduk di Siti Hinggil, yaitu
bagian muka keraton yang memiliki permukaan lebih tinggi untuk melihat atraksi
para prajuritnya. Alun-alun Lor juga digunakan untuk “Tapa Pepe”, yaitu suatu
bentuk unjuk diri dari rakyat agar didengar dan mendapat perhatian dari sultan.
Tapa Pepe dilakukan pada siang hari terik di antara dua Pohon Beringin oleh
seseorang yang sedang memohon keadilan langsung kepada Sultan.
Pada masa lalu di sisi timur alun-alun terdapat pendopo-pendopo kecil yang
disebut perkapalan. Perkapalan digunakan oleh para bupati untuk menginap dan
beristirahat ketika menghadap sultan.
Pada zaman dahulu, Alun-alun Lor adalah
wilayah sakral dimana tidak sembarang orang diperkenankan untuk memasukinya.
Ada aturan-aturan yang wajib dipatuhi jika ingin memasukinya, misalnya tidak
boleh menggunakan kendaraan, sepatu, sandal, bertongkat, dan mengembangkan
payung. Hal ini dilakukan sebagai wujud penghormatan kepada Raja Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat.
Alun-Alun
Lor sebagai Ruang Publik
Berbeda dengan saat ini, Alun-alun
Lor menjadi sebuah ruang publik yang bisa dimanfaatkan oleh setiap orang. Di
sini dapat dijumpai berbagai macam pedagang kaki lima yang mengelilingi
alun-alun dari pagi